Kapanlagi.com - Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Brigadir Jenderal Polisi Raden Nata Kesuma mengakui banyak kasus kejahatan dunia maya (cyber crime) yang lolos dari jeratan Undang-Undang No. 11/2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena kurangnya pemahaman terhadap UU ini."Sebenarnya, banyak kejahatan dunia maya yang dapat dijerat UU ini, tetapi karena ketidakpahaman penegak hukum, tidak sedikit yang lolos dari UU tersebut," kata Raden Nata Kesuma, dalam jumpa pers seusai seminar Sosialisasi dan Implementasi UU ITE, di Pontianak, Kamis (24/7).
Ia mengatakan, untuk menjerat pelaku kejahatan dunia maya harus ada persamaan persepsi dari ketiga aparatur hukum, antara penyidik, penuntut umum, dan hakim sehingga pelaku tidak bisa bebas begitu saja ketika diajukan ke pengadilan."Semoga dengan persamaan persepsi tentang kejahatan dunia maya, kejahatan yang sangat berbahaya tersebut bisa lebih ditekan karena pelaku dapat dijerat dengan UU ITE dengan ancaman maksimal kurungan penjara 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar," kata Nata Kesuma.Sementara itu, Sekretaris Direktur Jenderal Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika, Amsal Assagiri mengatakan, perlu adanya persamaan persepsi agar tindak kejahatan dunia maya bisa dijerat UU ITE. "Karena kalau tidak ada persamaan antara penyidik, penuntut umum, dan hakim, pelaku tidak bisa dijerat UU tersebut," ujarnya. Ia mengatakan, sejak diterbitkannya UU ITE kepercayaan dunia terhadap Indonesia menjadi besar karena sebelumnya tidak ada kepastian hukum mengenai kejahatan dunia maya. Kalaupun ada hanya ditindak menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang ancaman hukumnya masih ringan. "Dunia saat ini mengakui keseriusan kita dalam menekan seminimal mungkin kejahatan dunia maya dengan diterbitkannya UU ITE, meskipun terkesan terlambat," ujarnya. Amsal Assagiri menjelaskan, pemerintah saat ini mempersiapkan perangkat lunak untuk memblok situs-situs porno maupun lainnya yang dianggap dapat mengancam akhlak generasi muda dan bisnis perbankan. "Akan tetapi perangkat lunak tersebut tidak bisa 100% memblok karena seiring kemajuan zaman selalu ada penemuan yang lebih canggih sehingga bisa membuka situs-situs maupun pengamanan bank," katanya. Iwan Setiawan, salah seorang narasumber dari Bank Indonesia mengatakan, pihak bank saat ini lebih memperketat pengambilan uang melalui ATM (anjungan tunai mandiri) karena bisa saja dipergunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ia mencontohkan, kalau ada salah satu nasabah yang mengambil uang di Indonesia tetapi dalam waktu bersamaan kembali nasabah tersebut mengambil uang di China, pihaknya akan langsung memblok kemudian menelepon nasabah yang bersangkutan apakah benar dia telah melakukannya. Hal ini dilakukan untuk mencegah hal-hal terburuk. (kpl/rif)
Implementasi yang sekarang terjadi di lapangan adalah kejahatan internet sangat sulit untuk dibendung. Lebih setiap individu mampu memproteksi dirinya sendiri akan bahaya ini. Masyarakat sekarang diharapkan lebih mau belajar untuk tidak hanya memakai, tetapi juga menjaga dan merawatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar